Jumat, 07 Januari 2011

pemerintah diingatkan risiko politik keistimewaan yogyakarta

Pemerintah diingatkan agar tidak mengambil risiko politik yang lebih besar dalam menyikapi keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama mengenai mekanisme pengisian jabatan gubernur.

"Saya ingatkan pemerintah jangan ambil risiko politik yang lebih besar. Istilah saya, jika tidak gatal jangan digaruk, karena nanti malah lecet dan lebih berbahaya," kata Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ganjar Pranowo, usai diskusi `Mendengar Suara Yogya`, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat.

Menurut dia, dirinya juga bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya diinginkan pemerintah terkait dengan keistimewaan DIY, padahal hampir mayoritas fraksi di DPR telah menyatakan dukungannya terhadap penetapan gubernur provinsi ini.

"Berkaitan dengan hal itu, kami akan segera melakukan pertemuan dan dengar pendapat dengan berbagai pihak di Yogyakarta termasuk dari Kasultanan maupun Pakualaman untuk mencari formulasi lain yang bisa dituangkan dalam Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY," katanya.

Upaya itu, menurut dia, termasuk menyusun jadwal untuk segera dibentuk Panitia Khusus (Pansus) maupun Panitia Kerja (Panja) dari Komisi II DPR yang akan segera turun ke Yogyakarta.

"Kami berharap bisa ketemu dengan pihak Kasultanan, Pakualaman, tokoh masyarakat, kampus, dan DPRD, sehingga kami bisa menunjukkan, ini lho yang menjadi `standing position` pemerintah," katanya.

Ia mengatakan pihaknya juga akan bertanya tentang sikap mereka dengan segala stimulasi yang ada saat ini, sehingga bisa mengkristal menjadi sebuah sikap politik yang akan dituangkan dalam undang-undang.

"Kami juga akan mengkomunikasikan konsep pengisian jabatan yang sebelumnya disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk kemudian ditanyakan kepada warga Yogyakarta apakah mereka setuju atau tidak dengan segala alasan yang menyertai," katanya.

Meskipun sebagian aspirasi warga Yogyakarta pernah terjaring dalam sidang paripurna DPRD DIY beberapa waktu lalu, hal itu belum cukup kuat untuk meyakinkan pemerintah.

"Saya kira hasil paripurna DPRD DIY merupakan salah satu elemen yang sudah kita pertimbangkan. Artinya, kami mau menepis pernyataan Mendagri bahwa DPRD itu hanya tukang buat perda saja," katanya.

Dalam hal ini, menurut dia, Mendagri lupa membaca pasal 18 bahwa eksistensi DPRD itu diakui, sehingga orang tidak bisa menafikan karena DPRD memiliki representasi mewakili rakyat. "Kami ingin mengkristalkan sebuah sikap politik sekaligus meyakinkan pemerintah mengenai hal itu," katanya.

Sejarah perjuangan keraton

Sementara itu, adik Sri Sultan Hamengku Buwono X, GBPH Prabukusumo dalam diskusi itu mengatakan pemerintah harus melihat sejarah perjuangan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat terkait dengan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya penetapan kepala daerah.

"Jika pemerintah memandang penetapan sebagai hal yang tidak demokratis, sebenarnya hal itu bukan alat pengukur demokrasi," katanya.

Dalam hal ini, menurut dia, bukan mau bicara demokratis atau tidak demokratis, tetapi menilik sejarah bahwa Yogyakarta mau bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tertuang dalam Amanat 5 September 1945.

"Bergabungnya Yogyakarta dengan NKRI setelah kemerdekaan adalah pengorbanan harga diri Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersama Paku Alam VIII, karena NKRI pada waktu itu dicemooh Belanda sebagai daerah yang tidak memiliki wilayah," katanya.

Ia mengatakan negara pertama Indonesia adalah Yogyakarta, yang sebelumnya merupakan wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman. Munculnya Amanat 5 September 1945 merupakan komitmen untuk bergabung.

"Dengan bergabung, Sultan yang sebelumnya memiliki kekuasaan penuh sebagai raja, rela berkorban untuk tunduk pada pemerintahan. Hal itu jelas pengorbanan yang tidak ternilai," kata mantan Ketua DPD Partai Demokrat DIY ini.

Menurut dia, penetapan adalah harga mati, dan konsep pemikiran mulia Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi pertimbangan sejarah yang harus dihargai. Sepanjang sejarah di dunia belum ada Sultan yang mendukung berdirinya pemerintahan, kecuali di Indonesia.

"Bahkan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pernah mendapat tawaran dari Belanda untuk menjadi raja se-Jawa, tetapi beliau menolak," katanya.

Ia mengatakan pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX sangat mulia karena jika menerima tawaran tersebut, dan menjadi raja se-Jawa, hal itu akan merendahkan keraton lain. Jika menerima tawaran itu, pasti akan memerangi wilayah kerajaan lain.

"Beliau juga berpikir ada bentuk pemerintahan lain yakni republik yang menunjukkan bahwa kedudukan semua kerajaan adalah sama, sekaligus membedakan ketika itu siapa yang prorepublik dan pro-Belanda," katanya.

Oleh karena itu, Prabukusumo meminta penghargaan terhadap perjalanan sejarah tersebut, dan mengusulkan tiga hal dalam Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY.

Ketiga hal itu adalah bagaimana mekanisme yang diatur jika Sultan secara otomatis menjadi gubernur dalam arti memenuhi persyaratan, bagaimana jika Sultan tidak bersedia menjadi gubernur, dan bagaimana ketika Sultan tidak bisa menjadi gubernur sesuai persyaratan.

"Tiga hal itu harus dimasukkan dalam RUUK DIY, bagaimana nanti bentuknya saya percayakan untuk diatur sedemikian rupa. Dalam hal ini rakyat pada dasarnya memiliki kesempatan yang sama untuk ikut menentukan," katanya.

Konsensus

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dalam diskusi tersebut mengusulkan kepada pemerintah untuk mengambil langkah konsensus terkait dengan polemik RUUK DIY.

"Konsensus dapat mengurangi ketegangan antara pusat dan daerah," kata peneliti pada laboratorium politik Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UMY Eko Priyo Purnomo dalam kesempatan itu.

Menurut dia, yang dimaksud dengan konsensus adalah masyarakat diberi kewenangan untuk menentukan proses penetapan jabatan gubernur sesuai tradisi yang sudah ada.

"Melalui konsensus akan menjawab pernyataan pemerintah bahwa sebenarnya penetapan itu juga merupakan sebuah cara yang demokratis," kataya.

Ia mengatakan konsensus tersebut membuka ruang yang sangat luas terhadap pengambilan keputusan tentang mekanisme jabatan gubernur DIY tanpa pemilihan yang sebenarnya masih dalam ruang lingkup demokratis.

"Berdasarkan analisis atau metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, akan terlalu dini jika memaksakan proses pemilihan kepala daerah kepada masyarakat. Pemaksaan untuk memilih justru dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yang lebih besar," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan "polling" yang dilakukan laboratorium politik Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UMY diperoleh hasil sebanyak 93 persen responden mendukung penetapan.

"Oleh karena itu, untuk menjembatani pemerintah yang memandang penetapan bukan cara yang demokratis, kami usulkan adanya konsensus," katanya.

Jaga suasana kondusif

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta semua elemen masyarakat menjaga suasana yang kondusif di seluruh wilayah provinsi ini.

"Saya minta semua pihak untuk tidak melakukan aksi teror yang meresahkan. Saya harap kejadian seperti itu tidak terulang lagi" katanya di Yogyakarta, Jumat, menanggapi adanya pelemparan bom molotov di rumah Ketua Paguyuban Lurah se-DIY Mulyadi, beberapa hari lalu.

Sultan juga mengimbau seluruh warga agar lebih waspada dan hati-hati, karena kejadian seperti itu dimungkinkan bisa dialami yang lain.

Menurut dia, kejadian pelemparan bom molotov tersebut merupakan bagian dari risiko perjuangan terkait dengan keistimewaan DIY.

"Saya kira dalam berjuang risiko seperti teror, itu ada. Semua warga yang melakukan perjuangan seperti Mulyadi punya risiko yang sama," katanya.

Oleh karena itu, jika ada warga yang mengalami teror agar segera lapor polisi. Kasus pelemparan bom molotov di rumah Mulyadi tersebut sudah ditangani polisi, karena ada aspek kecenderungan teror.

Namun demikian, menurut dia kejadian pelemparan bom molotov di rumah Mulyadi tidak mengindikasikan kerawanan sosial di DIY meningkat.

"Kejadian pelemparan bom molotov tersebut bukan berarti kerawanan sosial di DIY meningkat. Saya berharap kasus itu bisa ditangani dengan baik," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar