Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan menilai, beberapa kebijakan yang digelontorkan pemerintah tahun ini seperti pengaturan BBM bersubsidi dan kenaikan tarif KA, memang akan memberi dampak pada laju inflasi.
"Kenaikan tarif ada pengaruh ke inflasi. Setiap kenaikan harga barang/jasa termasuk kereta api itu kan akan jadi beban juga. Semua yang dikonsumsi masyarakat ada dampaknya. Tapi kita lihat juga besar-kecilnya kenaikan tersebut," ungkapnya kepada INILAH.COM, Jumat (7/1).
BPS bakal terus memantau dampak dari penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah terhadap laju inflasi, walau untuk kenaikan tarif KA dinilai akan kecil dampaknya. "Kita lihat satu per satu dampaknya, pasti nanti kita rekam. Tapi emang tarif PT KA dampaknya kecil sekali. Lain misalnya, kalau taksi atau bis yang naik," ujarnya.
Ia mengungkapkan, tarif kereta api tersebut komponennya atau bobotnya terhadap inflasi kecil bila dibandingakn dengan bobot tarif angkutan dalam kota seperti taksi, bis, ataupun ojek. "Yang dominan (terhadap inflasi) itu angkutan dalam kota seperti bis, taksi, ojek," ujarnya.
Untuk angkutan dalam kota, lanjut Rusman, bobotnya terhadap inflasi mencapai 2,64%. Sementara untuk tarif KA hanya sebesar kurang dari 0,1% atau tepatnya 0,09%. "Jadi kalau naik 10% (tarif KA) itu bobotnya baru 0,009 persen. Kecil sekali," ujarnya.
Ia juga menyatakan, bila dibanding dengan prilaku konsumen pengguna KA maka kenaikan ini sebenarnya tidak begitu memberatkan. Walau tidak dipungkiri masih banyak rakyat kecil yang harus dilindungi. "Kalau lihat perilaku konsumsi itu kan, baru naik 2.000 saja misal, ributnya bukan main. Tapi kalau lihat perilaku pengguna KA mereka bisa pakai hape, sms-an lancar-lancar saja. Itu kan bisa lebih dari 2.000. Kasihan juga PT KA, apa mungkin ditambah subsidinya. Tapi emang banyak juga orang kecil, kita juga pahami itu," paparnya.
Ia pun kembali mengulangi bahwa kenaikan tarif KA memang akan berdampak pada laju inflasi, namun tidak akan sebesar kenaikan tarif angkutan dalam kota. "Dampaknya pada inflasi pasti ada tapi karena ini KA (bukan angkutan dlm kota) dan tidak banyak masyarakat yang naik KA. Yang antar kota pun juga tidak tiap hari kan?. 2,64 persen itu angka dalam kota, nah 0,09 itu tarif KA. Dikalikan saja dengan kenaikannya," pungkasnya.
Seperti diketahui, per 8 Januari mendatang, pemerintah bakal menaikkan tarif KA untuk semua jurusan. Besaran kenaikan tarif ekonomi tersebut dibagi ke dalam lima jenis tarif, yaitu kereta jarak jauh naik dari Rp 4.000 sampai Rp Rp 8.500, jarak sedang dari Rp1.000 sampai Rp5.500, jarak dekat dari Rp 500 sampai Rp2.000. Sedangkan tarif Kereta Rel Diesel (KRD) naik dari Rp500 sampai Rp1.500 dan tarif KRL dari Rp5.000 sampai Rp2.000. [hid]
"Kenaikan tarif ada pengaruh ke inflasi. Setiap kenaikan harga barang/jasa termasuk kereta api itu kan akan jadi beban juga. Semua yang dikonsumsi masyarakat ada dampaknya. Tapi kita lihat juga besar-kecilnya kenaikan tersebut," ungkapnya kepada INILAH.COM, Jumat (7/1).
BPS bakal terus memantau dampak dari penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah terhadap laju inflasi, walau untuk kenaikan tarif KA dinilai akan kecil dampaknya. "Kita lihat satu per satu dampaknya, pasti nanti kita rekam. Tapi emang tarif PT KA dampaknya kecil sekali. Lain misalnya, kalau taksi atau bis yang naik," ujarnya.
Ia mengungkapkan, tarif kereta api tersebut komponennya atau bobotnya terhadap inflasi kecil bila dibandingakn dengan bobot tarif angkutan dalam kota seperti taksi, bis, ataupun ojek. "Yang dominan (terhadap inflasi) itu angkutan dalam kota seperti bis, taksi, ojek," ujarnya.
Untuk angkutan dalam kota, lanjut Rusman, bobotnya terhadap inflasi mencapai 2,64%. Sementara untuk tarif KA hanya sebesar kurang dari 0,1% atau tepatnya 0,09%. "Jadi kalau naik 10% (tarif KA) itu bobotnya baru 0,009 persen. Kecil sekali," ujarnya.
Ia juga menyatakan, bila dibanding dengan prilaku konsumen pengguna KA maka kenaikan ini sebenarnya tidak begitu memberatkan. Walau tidak dipungkiri masih banyak rakyat kecil yang harus dilindungi. "Kalau lihat perilaku konsumsi itu kan, baru naik 2.000 saja misal, ributnya bukan main. Tapi kalau lihat perilaku pengguna KA mereka bisa pakai hape, sms-an lancar-lancar saja. Itu kan bisa lebih dari 2.000. Kasihan juga PT KA, apa mungkin ditambah subsidinya. Tapi emang banyak juga orang kecil, kita juga pahami itu," paparnya.
Ia pun kembali mengulangi bahwa kenaikan tarif KA memang akan berdampak pada laju inflasi, namun tidak akan sebesar kenaikan tarif angkutan dalam kota. "Dampaknya pada inflasi pasti ada tapi karena ini KA (bukan angkutan dlm kota) dan tidak banyak masyarakat yang naik KA. Yang antar kota pun juga tidak tiap hari kan?. 2,64 persen itu angka dalam kota, nah 0,09 itu tarif KA. Dikalikan saja dengan kenaikannya," pungkasnya.
Seperti diketahui, per 8 Januari mendatang, pemerintah bakal menaikkan tarif KA untuk semua jurusan. Besaran kenaikan tarif ekonomi tersebut dibagi ke dalam lima jenis tarif, yaitu kereta jarak jauh naik dari Rp 4.000 sampai Rp Rp 8.500, jarak sedang dari Rp1.000 sampai Rp5.500, jarak dekat dari Rp 500 sampai Rp2.000. Sedangkan tarif Kereta Rel Diesel (KRD) naik dari Rp500 sampai Rp1.500 dan tarif KRL dari Rp5.000 sampai Rp2.000. [hid]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar