Rabu, 30 Maret 2011

Penerapan IFRS di Indonesia

Penerapan International Financial Accounting Standard (IFRS) di Indonesia saat ini masih belum banyak dilakukan oleh kalangan ekomoni di Indonesia. Padahal penerapan IFRS dalam sistem akuntasi perusahaan akan menjadi salah satu tolak ukur yang menunjukkan kesiapan bangsa Indonesia bersaing di era perdagangan bebas.

Demikian disampaikan oleh Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Ahmadi Hadibroto pada acara seminar dalam rangkaian kegiatan National Accounting Week (NAW) yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Unpad. Kegiatan yang mengangkat tema “IFRS Harmonization For a Better Indonesian Future” ini berlangsung selama empat hari, Senin-Kamis (15-18/2). Seminar kali ini berlangsung di Graha Sanusi Hardjadinata, Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung.

Ahmadi, yang menjadi pembicara kunci pada seminar tersebut menyampaikan bahwa IFRS saat ini menjadi topik hangat di kalangan ekonomi, khususnya di kalangan akuntan. IAI telah menetapkan tahun 2012 Indonesia sudah mengadopsi penuh IFRS, khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Tapi rupanya sampai sekarang masih kalang kabut, padahal Indonesia sudah mengacu pada IFRS ini sejak 1994.

“Nasib IFRS ini jangan seperti ACFTA, yang sudah disepakati sejak dulu, tapi setelah memasuki waktunya, kita menjadi kelabakan. Kita jangan menjadi bangsa yang cengeng, yang takut setiap kali membicarakan perdagangan bebas, persaingan internasional. Seharusnya kita berpikir, kita akan kemana, kesempatan apa saja yang akan kita dapatkan,” jelas Ahmadi.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam penerapan IFRS ini, IAI memiliki peran besar untuk mempromosikan akuntansi Indonesia di tingkat internasional. “Dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Filipina, Indonesia masih tertinggal dalam forum-forum internasional. Dengan IFRS, kita buktikan kalau kita juga bisa,” tegasnya.

Batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012.

”Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar ”IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya”.

Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini.

”Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan,” ujarnya.

Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB).

Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS.

Tujuh Manfaat Penerapan IFRS

Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.

  1. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
  2. Kedua, mengurangi biaya SAK.
  3. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
  4. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
  5. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.
  6. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
  7. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

”Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak,” tuturnya.

Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar akuntansi itu.

Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal. ”Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi,” ungkapnya.

Sumber :

http://financeaccountingtraining.blogspot.com/2010/05/penerapan-ifrs-di-indonesia-2012.html

http://www.unpad.ac.id/archives/20531

PERMASALAHAN TERBARU KRAKATAU STEEL

Permasalahan yang menghinggapi PT Krakatau Steel sepertinya makin hari makin memanas, apalagi permasalahan saham juga lagi rame diperbincangkan. Karena dirasa permasalahan ini sangat pelik tokoh nasional M Amien Rais dan sejumlah politisi Partai Amanat Nasional menuding Kementerian Badan Usaha Milik Negara telah berlaku tidak adil dalam menetapkan harga saham PT Krakatau Steel. Mereka menilai saham Krakatau yang dijual dengan harga Rp850 per saham sangatlah murah.

Krakatau Steel berncana akan melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) sebanyak 3,1 miliar saham baru atau setara 20 persen dari modal disetor penuh perseroan. Saham yang ditawarkan ini bernominal Rp500.

Ketua Asosiasi Emiten Indonesia Airlangga Hartarto mengatakan, sesungguhnya penentuan mahal atau murah harga suatu saham dapat dengan membandingkan PE Ratio perusahaan sejenis. PE Ratio atau Price Earning Ratio (PER) adalah rasio harga saham terhadap laba bersih per saham perusahaan. “Jadi bukan harga sahamnya,” kata dia saat dihubungi VIVAnews, Senin 1 November 2010.

PT Krakatau Steel tercatat masuk dalam sektor industri dasar dan kimia. Di sektor ini, sudah ada beberapa perusahaan yang lebih senior melantai di bursa, yaitu PT Jaya Pari Steel Tbk dan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk. Meski secara ukuran dua perusahaan ini jauh lebih kecil, PE Ratio tetap bisa digunakan sebagai pembanding mahal atau murahnya suatu saham.

Bila PE Ratio-nya kecil, berarti harga saham itu masih murah. Demikian sebaliknya, semakin besar PE Ratio-nya, semakin mahal harga saham itu. Murah atau mahalnya suatu saham tidak bisa dilihat dari harga saham itu sendiri. Harga yang tinggi belum tentu mencerminkan kemahalan suatu saham.

Catatan perdagangan saham penutupan akhir pekan lalu, Jumat 29 Oktober, harga saham Jaya Pari Steel Rp810 dengan PE Ratio 7,8 kali. Sedangkan harga Gunawan Dianjaya Rp197 dengan PE Ratio 7,9 kali. Nah, bandingkan dengan Krakatau Steel yang PE Rationya 9,9 kali.

Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas, penjamin emisi perusahaan Harry M Supoyo mengatakan bahwa PE Ratio Krakatau Steel masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan sejenis. Bahkan, dibandingkan dengan perusahaan baja di kawasan regional, seperti Posco (Korea Selatan) dan Tata Steel (India), PE Ratio Krakatau juga masih tinggi.

“Rata-rata PE Ratio perusahaan baja saat ini di kisaran 8,7 – 8,8 kali untuk proyeksi laba 2011,” katanya.

Selama semester I-2010, pendapatan Krakatau naik menjadi Rp9 triliun dibandingkan periode yang sama 2009 yang hanya Rp7,8 triliun. Namun, laba bersih produsen plat baja canai dingin ini menurun menjadi Rp997,8 miliar dari sebelumnya Rp1,1 triliun.

Pesaingnya, Jaya Pari Steel adalah perusahaan nasional yang memproduksi plat baja canai panas dengan ketebalan 8 – 25 milimeter. Jaya Pari didirikan tahun 1973 dan memulai kegiatan operasionalnya pada 1976. Saat ini, total kapasitas produksi emiten dengan kode perdagangan JPRS mencapai 66.000 metrik ton plat per tahun.

Selama semester I-2010, pendapatan Jaya Pari naik hingga Rp237,03 miliar atau tumbuh 150,3 persen dibandingkan 2009 Rp94,6 miliar. Laba bersih juga meningkat signifikan dari minus Rp29,7 miliar menjadi Rp38,6 miliar, atau meningkat lebih dari 100 persen.

Sedangkan Gunawan Dianjaya adalah perusahaan yang didirikan pada 1989 dan bergerak dalam bisnis pelat baja, di mana sekitar 70 persen dari total penjualan merupakan ekspor dengan pembeli dari kontraktor galangan kapal, produsen alat berat, pedagangan baja internasional, dan perusahaan konstruksi.

Hingga semester I-2010, emiten berkode GDST berhasil membukukan laba bersih Rp119 miliar. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan semester-I 2009 yang masih membukukan rugi Rp209 miliar. Penyebab positifnya kinerja perseroran adalah penjualan bersih yang tumbuh 7,57 persen menjadi Rp893 miliar dari posisi pertengahan tahun sebelumnya sebesar Rp830 miliar.

sumber : detik.com

Selasa, 22 Maret 2011

PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA MENUJU INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS

Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi). Era globalisasi saat ini menuntut adanya suatu sistem akuntansi internasional yang dapat diberlakukan secara internasional di setiap negara, atau diperlukan adanya harmonisasi terhadap standar akuntansi internasional, dengan tujuan agar dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, investor, dan kreditor. Namun proses harmonisasi ini memiliki hambatan antaralain nasionalisme dan budaya tiap-tiap negara, perbedaan sistem pemerintahan pada tiaptiap negara, perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara, serta tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi. Teknologi informasi yang berkembang pesat membuat informasi menjadi tersedia di seluruh dunia. Pesatnya teknologi informasi ini merupakan akses bagi banyak investor untuk memasuki pasar modal di seluruh dunia, yang tidak terhalangi oleh batasan Negara. Kebutuhan ini tidak bias terpenuhi apabila perusahaan-perusahaan masih memakai prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda.

Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestic bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Petreski, 2005).

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa Standar akuntansi internasional (IFRS) akan mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009), sedangkan khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010.

Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional

Choi dan Mueller (1998) mendefinisikan akuntansi internasional adalah akuntansi internasional yang memperluas akuntansi yang bertujuan umum, yang berorientasi nasional, dalam arti yang luas untuk: (1) analisa komparatif internasional, (2) pengukuran dan isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik bagi transaksi bisnis-bisnis internasional dan bentuk bisnis perusahaan multinasional, (3) kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan internasional, dan (4) harmonisasi akuntansi di seluruh dunia dan harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitas-aktivitas politik, organisasi, profesi dan pembuatan standar.

IASC (International Accounting Stadard Committe) adalah lembaga yang bertujuan merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan (Choi & Mueller, 1998). IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang: (1). Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan., (2). menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS., (3). dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia

Posisi IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi pada tahun 2009 dan 2010 adalah seperti yang tercantum dalam daftar- daftar berikut ini (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009).

PSAK disahkan 23 Desember 2009:

1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan

2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas

3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan

Tersendiri

4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi

5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama

6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi

7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset

9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi

10.PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:

1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus

2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas serupa

3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan

4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik

5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:

1. PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol

2. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang

3. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah

4. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana

5. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:

1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud

2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web

3. PSAK 23 (2010): Pendapatan

4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi

5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)

6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010

7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010

1. ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja

2. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya

3. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)

4. ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.

5. ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim

6. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010

1. ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan

2. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian

3. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca

4. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010

1. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan

2. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah

3. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi

4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi

5. ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya

PSAK akan dicabut, dikaji dan direvisi berlaku efektif per 1 Januari 2012

No

PSAK

Ref

1

PSAK 21 Ekuitas

Akan dicabut

2

PSAK 27 Akuntansi Koperasi

Akan dicabut

3

PSAK 38 Restrukturisasi Entitas Sepengendali

Masih dikaji

4

PSAK 44 Aktivitas pengembangan Real Estat

Masih dikaji, kemungkinan diganti IFRIC 15

5

PSAK 51 Kuasi Reorganisasi

Masih dikaji

6

PSAK 45 Akuntansi Entitas Nirlaba

Direvisi

7

PSAK 47 Akuntansi Tanah

Masih dikaji

8

PSAK 39 Akuntansi Kerjasama Operasi

Masih dikaji

Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai standar akuntansi domestik

Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah:

(1) Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan

(2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang

(3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan

(4) Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal internasional

(5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.

Perlunya harmonisasi standar akuntansi internasional di Indonesia

Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan

perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan public merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.

KESIMPULAN

1. Standar Akuntansi Keuangan Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena kebutuhan akan info keuangan yang bisa diakui secara global untuk dapat bersaing dan menarik investor secara global.

2. Saat ini, adopsi yang dilakukan oleh PSAK Indonesia sifatnya adalah harmonisasi, belum adopsi secara utuh, namun indonesia mencanangkan akan adopsi seutuhnya IFRS pada tahun 2012. Adopsi ini wajib diterapkan terutama bagi perusahaan publik yang bersifat multinasoinal, untuk perusahaan non publik yang bersifat lokal tidak wajib diterapkan.

3. Perlu dipertimbangkan lebih jauh lagi sifat adopsi apa yang cocok diterapkan di Indonesia, apakah adopsi secara penuh IFRS atau adopsi IFRS yang bersifat harmonisasi yaitu mengadopsi IFRS disesuaikan dengan kondisi ekonomi, politik, dan sistem pemerintahan di Indonesia. Adopsi secara penuh IFRS akan meningkatkan keandalan dan daya banding informasi laporan keuangan secara internasional, namun adopsi seutuhnya akan bertentangan dengan sistem pajak pemerintahan Indonesia atau kondisi ekonomi dan politik lainnya. Hal ini merupakan rintangan dalam adopsi sepenuhnya IFRS di Indonesia.

4. Adopsi seutuhnya (full adoption) terhadap IFRS, berarti merubah prinsip-prinsip akuntansi yang selama ini telah dipakai menjadi suatu standar akuntansi berlaku

Sumber :

http://www.sai.ugm.ac.id/site/images/pdf/ifrs.pdf

http://akuntansibisnis.wordpress.com/2011/01/06/perkembangan-konvergensi-psak-ke-ifrs/

Gamayuni, Rindu Rika, 2009, Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia menuju International Financial Report Standarts (IFRS) , Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 14. No.2

http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202010./JAK/JAk%20Juli%202009.pdf