Senin, 28 Februari 2011

ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan mengadopsi IFRIC 13 Customer Loyalty Programmes

Pengertian Program Loyalitas Pelanggan

Program loyalitas merupakan keuntungan bilateral antara perusahaan dan pelanggan. Perusahaan harus yakin bahwa program loyalitas mampu memberikan nilai lebih bagi pelanggannya. Program loyalitas yang baik akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pelanggan yang loyal akan cenderung tetap bertransaksi dan tidak terlalu berharap adanya diskon.Tujuan utama program loyalitas adalah untuk mempertahankan hubungan pelanggan dengan perusahaan. Dengan mempertahankan hubungan berarti perusahaan menjaga tingkat penjualan, margin, dan keuntungan. Dalam berbagai kajian telah terbukti bahwa pelanggan yang loyal cenderung akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan tersebut berupa turunnya biaya pelayanan, tidak sensitif terhadap harga, meningkatkan wallet share, dan keinginan untuk merekomendasikan kepada orang lain. Tidak mengherankan jika banyak perusahaan berusaha meningkatkan loyalitas pelanggan melalui berbagai macam cara. Bila kita amati sektor perbankan khususnya consumer banking mengalami peningkatan kompetisi yang luar biasa di mana tingkat perbedaan produk dan layanan masih rendah. Peningkatan persaingan dari hari ke hari memaksa pelaku perbankan yang tadinya lebih berorientasi pada produk sekarang harus merubah strateginya menjadi berorientasi pada pelanggan, menerapkan relationship marketing, dan memandang loyalitas pelanggan sebagai sebuah hal yang wajib dijalankan.
Dari data indeks kepuasan dari tahun 2005-2008 terlihat bahwa industri perbankan memiliki kemiripan dalam bersaing satu sama lain. Ketika tingkat perbedaan produk tidak mengalami perbedaan yang signifikan, secara akal sehat ini tidak akan dijadikan sebagai keunggulan bersaing. Sehingga, industri perbankan akan selalu mencari sumber pembedanya. Salah satu yang telah terjadi adalah bagaimana setiap bank membuat klaim atas layanan yang telah berhasil mereka lakukan. Namun demikian, survei indeks kepuasan 2005-2009 telah membuktikan bahwa semua pemain industri perbankan telah bergerak ke arah yang sama. Hal ini bisa dilihat pada indeks kepuasan industri perbankan berada di atas rata-rata seluruh industri. Artinya, semua pemain perbankan telah menyadari bahwa indikator utama loyalitas adalah kepuasan, sehingga mereka beramai-ramai untuk menjadi yang terbaik dalam layanan. Konsekuensinya, pada masa datang, layanan akan bernasib sama seperti produk consumer banking. Dari perspektif kami, Adanya inovasi layanan maupun IT justru belum bisa menjadikan mereka loyal terhadap satu bank tertentu. Menurut survei kami, setiap orang akan menjadi nasabah di lebih dari satu bank. Kenyataan ini memang harus diterima oleh para pemain perbankan. Tidak adanya perbedaan dalam produk dan kemungkinan pada layanan pada masa datang akan membawa para pemain perbankan dalam sebuah kompetisi yang "berdarah". Isu komoditisasi consumer banking cepat atau lambat akan terjadi. Apakah program loyalitas mampu menghindarkan industri perbankan untuk tidak terjebak dalam komoditasisasi? Ini bergantung pada para pemain perbankan. Saat ini, penerapan program loyalitas cenderung bersifat normatif. Kita banyak menemui kemiripan dalam menjalankan program loyalitas. Sehingga, industri ini hanya menggeser bentuk persaingan. Sebetulnya esensi dari program loyalitas adalah tidak hanya bagaimana kita menghargai pelanggan dalam wujud barang atau layanan tetapi bagaiman kita juga menjalankan relationship marketing. Budget menjadi sesuatu yang sangat penting jika kita menjalankan program loyalitas. Secara tidak sadar, jika kita perhatikan persaingan khususnya industri perbankan dan telekomunikasi, mereka menabrak pakem marketing rule-membelanjakan 80% untuk existing customer dan 20% untuk menarik pelanggan baru, kita menemuinya terbalik, mereka fokus pada budget yang besar untuk menarik pelanggan baru, sehingga bisa disimpulkan bahwa loyalitas hanya sebuah mitos saja dan perusahaan sesungguhnya tidak peduli dengan pelanggannya.

Sumber : http://detiker.com/sales-marketing/marketing-strategy/bagaimana-menyusun-program-loyalitas-konsumen.html

ISAK 10 : PROGRAM LOYALITAS PELANGGAN

Program loyalitas pelanggan digunakan entitas untuk memberikan insentif kepada pelanggan untuk membeli barang atau jasa mereka. Jika pelanggan membeli barang atau jasa, entitas akan memberikan penghargaan kredit kepada pelanggan (seringkali disebut sebagai “poin”). Pelanggan dapat menukar (redeem) penghargaan kredit tersebut dengan barang atau jasa secara gratis atau dengan potongan harga. Entitas harus menerapkan PSAK 23 dan mencatat penghargaan sebagai komponen yang diidentifikasikan secara terpisah atas transaksi penjualan pada saat diberikan (saat “penjualan awal”). Nilai wajar atas imbalan yang diterima atau tagihan sehubungan dengan penjualan awal harus dialokasikan antara penghargaan kredit dan komponen lain dari penjualan. Imbalan yang dialokasikan terhadap penghargaan kredit harus diukur dengan mengacu pada nilai wajarnya, yaitu jumlah penghargaan kredit jika dijual secara terpisah.

Jika entitas sendiri yang memberikan penghargaan tersebut, maka entitas harus mengakui imbalan yang dialokasikan terhadap penghargaan kredit sebagai pendapatan pada saat penghargaan kredit ditukar dan entitas telah memenuhi kewajiban pemberian penghargaan. Jumlah pendapatan yang diakui harus berdasarkan jumlah penghargaan kredit yang telah ditukar, proporsional terhadap (relative to) jumlah keseluruhan yang diharapkan akan ditukar.

Jika pihak ketiga memberikan penghargaan, entitas harus :

  • menetapkan apakah entitas mengakumulasi imbalan yang dialokasikan terhadap penghargaan kredit untuk kepentingan sendiri (yakni sebagai prinsipal dalam transaksi tersebut); atau
  • untuk kepentingan pihak ketiga (yakni sebagai agen untuk pihak ketiga).

Jika entitas mengakumulasi imbalan untuk kepentingan pihak ketiga, maka entitas harus:

  • mengukur pendapatan sebagai jumlah bersih yang diperoleh untuk kepentingan sendiri, yaitu perbedaan antara imbalan yang dialokasikan terhadap penghargaan kredit dan jumlah yang dibayarkan kepada pihak ketiga yang mengadakan penghargaan kredit; dan
  • Mengakui jumlah bersih tersebut sebagai pendapatan pada saat pihak ketiga berkewajiban untuk mengadakan penghargaan dan berhak menerima imbalan atas tindakan yang dilakukannya. Pengakuan ini dapat terjadi seketika pada saat penghargaan kredit diberikan. Di pihak lain, jika pelanggan dapat memilih untuk mengklaim penghargaan kredit, baik dari entitas ataupun dari pihak ketiga, pengakuan ini hanya mungkin terjadi jika pelanggan memilih untuk mengklaim penghargaan dari pihak ketiga.

Jika entitas mengakumulasi imbalan untuk kepentingan sendiri, maka entitas harus mengukur pendapatan sebagai imbalan bruto yang dialokasikan terhadap penghargaan kredit dan mengakui pendapatan pada saat pemenuhan kewajiban terhadap penghargaan kredit. Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periade tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011.

Sumber : http://arydaniel.wordpress.com/2010/12/19/isak-10-program-loyalitas-pelanggan

PROSES KONVERGENSI IFRS DI INDONESIA

IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke – 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Adopsi penuh IFRS diharapkan memberikan manfaat :
1. memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK yang dikenal
secara internasional
2. meningkatkan arus investasi global
3. menurunkan biaya modal melalui pasar modal global dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan
Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.
PSAK akan dikonvergensikan secara penuh dengan IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir dan tahap implementasi.
Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Pada 2009 proses adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 3 Business combination
3. IFRS 4 Insurance contracts
4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
5. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
7. IFRS 8 Segment reporting
8. IAS 1 Presentation of financial statements
9. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates
10. IAS 12 Income taxes
11. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
12. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
13. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
14. IAS 28 Investments in associates
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets

Pada 2010 adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 7 Statement of Cash Flows
2. IFRS20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
3. IFRS24 Related Party Disclosures
4. IFRS29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
5. IFRS33 Earnings per Share
6. IFRS34 Interim Financial Reporting
7. IFRS41 Agriculture
Sedangkan arah pengembangan konvergensi IFRS meliputi :
1.
PSAK yang sama dengan IFRS akan direvisi, atau akan diterbitkan PSAK yang baru
2. PSAK yang tidak diatur dalam IFRS, maka akan dikembangkan
3. PSAK industri khusus akan dihapuskan
4. PSAK turunan dari UU tetap dipertahankan
Pada 2011 tahap persiapan akhir dilakukan dengan menyelesaikan seluruh infrastruktur yang diperlukan. Pada 2012 dilakukan penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi IFRS. Namun, proses konvergensi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dampak yang ditimbulkan dari konvergensi ini akan sangat mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan.

DAMPAK KONVERGENSI IFRS DI INDONESIA

Indonesia akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti,. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Namun, perubahan tersebut tentu saja akan memberikan efek di berbagai bidang, terutama dari segi pendidikan dan bisnis.
Dampak Konvergensi IFRS Terhadap Pendidikan
Dampak konvergensi IFRS untuk bidang pendidikan antara lain :
1.
Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based
2. Banyak menggunakan professional judgement
3. Banyak menggunakan fair value accounting
4. IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain
5. Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.
6. Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.
Dampak Konvergensi IFRS Terhadap Bisnis
Selain dampak terhadap dunia pendidikan IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan dari
program konvergensi IFRS yang disampaikan dalam seminar setengah hari IAI dengan topik "Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis" yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2009 kemarin :
1.
Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global
2. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
3. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.
4. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value
5.
principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management)
6. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas

Sumber : http://acctbuzz.blogspot.com/2009/08/proses-konvergensi-ifrs-2012-di.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar