Kamis, 07 April 2011

IT GOVERNANCE SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA: KONSEP DAN KEBIJAKAN

Judul : IT GOVERNANCE SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA: KONSEP DAN KEBIJAKAN

Disusun oleh : Ayuning Budiati

Abstraksi : Pada intinya konsep IT governance adalah bagaimana cara memanage penggunaan teknologi informasi pada sebuah organisasi. Paper ini akan membatasi pembahasannya pada IT Governance di organisasi publik. Masih banyak permasalahan tentang IT governance organisasi publik di Indonesia, meski blue printnya telah ada dan jelas. Penggunaan teknologi informasi yang masih belum bersifat terintegrasi, dan kebijakan yang masih kurang memayungi penggunaan teknologi informasi. Paper ini berargumen bahwa federal model dalam penerapan IT governance adalah yang paling sesuai untuk diterapkan di sektor publik di Indonesia.

Kata kunci: federal model, IT Governance, kebijakan

IT Governance merupakan konsep yang berkembang dari sektor swasta, namun dengan berkembangnya penggunaan Teknologi Informasi (TI) oleh sektor publik – organisasi-organisasi pemerintahan- maka IT Governance juga harus diterapkan di sektor yang banyak menuntut perbaikan pelayanan bagi masyarakat ini. IT Governance yang pada intinya adalah bagaimana memanaje penggunaan TI agar menghasilkan output yang maksimal dalam organisasi, membantu proses pengambilan keputusan dan membantu proses pemecahan masalah – juga harus dilakukan. Weill dan Ross (2004:2) mendefenisikan IT Governance sebagai keputusan-keputusan yang diambil, yang memastikan adanya alokasi penggunaan TI dalam strategi-strategi organisasi yang bersangkutan. IT Governance merefleksikan adanya penerapan prinsip-prinsip organisasi dengan memfokuskan pada kegiatan manajemen dan penggunaan TI untuk pencapaian organisasi. Suatu IT governance yang efektif berarti penggunaan TI pada organisasi tersebut mampu meningkatkan dan mensinergiskan antara penggunaan TI dengan visi,misi, tujuan dan nilai organisasi yang bersangkutan.

Federal model adalah salah satu governance archetypes dari enam archetypes (business monarchy, IT monarchy, feudal, federal, duopoly, dan anarchy) menurut MIT Sloan School Center for Information Systems Research (CSIR) dalam buku Well & Ross (2004:11). Hal ini berkaitan dengan tipe kepemimpinan yang biasa digunakan oleh pimpinan pada suatu organisasi.

Federal model menunjukkan adanya keeratan koordinasi dan komunikasi antara institusi terkait dalam proses pengambilan keputusan TI-nya dan dalam manajemen TI-nya. Keputusan-keputusan apa sajakah yang harus diambil oleh tiap-tiap architype dalam IT Governance? Keputusan-keputusan itu adalah:

1. IT principles – yakni mengklarifikasi peranan IT pada organisasi

2. IT architecture – yakni mendefinisikan standarstandar IT yang akan dilakukan;diwujudkan dalam keputusan-keputusan tentang pengaturan data dan aplikasi dalam penggunaan IT.

3. IT infrastructure – yakni menentukan bagian dan pelayanan yang akan diberikan

4. Business application needs – menentukan kebutuhan organisasi berkaitan dengan penggunaan IT

5. IT investment dan prioritasisasi – yakni menentukan prioritas barang yang akan dibeli dan

berapa biaya yang akan dikeluarkan Dari penjelasan diatas, dapat difahami bahwa dalam federal model, terjadi kerjasama dan koordinasi antara satu institusi dengan institusi yang lain dalam proses pengambilan keputusan tentang penggunaan TInya (keputusan tentang IT principles, IT architecture, IT infrastructure, business application needs, IT investment dan prioritasisasi seperti diatas).

Koordinasi antar instansi pemerintah merupakankendala yang utama dalam penggunaan TI di negara

Indonesia. Ditambah lagi, budaya untuk berbagiinformasi antar institusi juga masih kurang,sehingga prioritas utama dalam pelaksanaan ITGovernance di Indonesia-khususnya di organisasipubliknya- adalah untuk meningkatkan koordinasidan budaya sharing information. Dengan bantuan Teknologi Informasi yang baik pada setiap unit organisasi pemerintah maka dapat membantu koordinasi antar organisasi tersebut. Komunikasi dan adanya motivasi untuk berbagi informasi akan menambah erat koordinasi antar organisasi tersebut.

Untuk pencapaian kinerja pada organisasi publik, maka diperlukan kemampuan memanaje yang tepat pada setiap organisasi pemerintah tersebut. Peranan CIO (Chief Information Officer) harus ditetapkan dan dilaksanakan dengan baik. Model yang paling tepat dengan latar belakang keadaan sektor publik kita, yang memiliki lack of coordination dan lack of sharing information motive, adalah federal model. Federal model yang intinya menunjukkan adanya kerjasama antara pimpinan pusat dan unit terkait/pemerintah daerah, dengan atau tanpa keterlibatan orang-orang TI (pengadaan TI dapat dilakukan dengan outsourcing, consulting, public private partnerships). Dengan model federal ini, maka koordinasi dan sharing information menjadi landasan pelaksanaan IT governancenya. Keputusan-keputusan dan kegiatan pengelolaan IT melibatkan pimpinan ditingkat pusat dan unit-unit terkait dibawahnya/pemerintah-pemerintah daerah dibawahnya. Dalam federal model terjadi kegiatan untuk mencari keseimbangan antara prioritas kebutuhan pusat dan daerah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Chief Information Officer yang ditunjuk bertindak sebagai koordinator bagi seluruh IT governance di institusi-institusi publik di Indonesia.

Peraturan daerah ditingkat pemerintah daerah kabupaten dan kotamadya sebaiknya ikut pula memayungi pelaksanaan IT Governance ditingkat pemerintahan tersebut. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan adanya investor-investor dalam dan luar negeri yang akan bergerak aktif dalam kegiatan outsourcing, public private partnerships dan konsultasi dibidang IT Governance ditingkat pemerintah kabupaten dan kotamadya. Adanya kejelasan kebijakan ditingkat kabupaten dan kotamadya akan meningkatkan kemajuan dan perkembangan penggunaan IT pada organisasi publik di Indonesia secara signifikan, terutama dalam memayungi pelaksanaan e-government, dan semua permasalahan yang berkaitan dengan “the dark side of IT” (seperti credit card fraud, hackers dan virus).

Kinerja IT Governance dalam sektor publik juga perlu diukur berkaitan dengan nilai atau motif yang berbeda dengan sektor privat. Pengukuran ini memiliki peran yang penting berkaitan dengan penentuan strategi organisasi dan pengaturan atau manajemen organisasinya. Moore dalam Weill dan Ross (2004:191) menentukan tiga faktor utama yang berkaitan dengan managemen TI di sektor publik, yakni lingkungan, kapabilitas dan value (nilai). Lingkungan terdiri dari pelanggan, penyedia keuangan, dan kekuatan politik yang ada dimasyarakat; kapabilitas adalah kemampuan organisasional dan kondisi eksternal organisasi; dan terakhir, public value yakni barang dan jasa, barang publik dan modal.

Pada intinya memanage IT Governance pada sektorpublik dan privat adalah relatif sama, hanya yang berbeda adalah dari sudut mekanismenya. Misalnya, masalah pembiayaan pengadaan IT. Hal ini harus disinergiskan dengan lembaga legislatif yang ada dipemerintahan tersebut. Hal inilah yang membedakan antara sektor publik dan sektor privat, termasuk di Indonesia. Dengan demikian, adanya peraturan pemerintah pusat dan daerah yang disahkan oleh lembaga legislatifnya akan mampu memayungi dan sekaligus meningkatkan pelaksanaan IT Governance di sektor publik di Indonesia, berkaitan dengan proses formulasi dan implementasi kebijakan di negara kita.

Kesimpulan :

IT Governance di sektor publik merupakan konsep yang masih relatif baru, seiring dengan berkembangnya penggunaan IT di sektor ini. IT Governance pada intinya adalah serangkaian kegiatan pengambilan keputusan dan penentuan framework akuntabilitas yang tepat dalam penggunaan IT pada organisasi. Federal model adalah model yang paling sesuai diterapkan pada organisasi publik di Indonesia, berkaitan dengan usaha peningkatan koordinasi, komunikasi dan sharing information antar institusi publik di Indonesia. Alasan selanjutnya adalah, karena pada intinya federal model mengutamakan keikutsertaan pimpinan pusat dan tiap unit-unit terkait dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan TI dan akuntabilitas pelaksanaan TI pada organisasi publik. Kebijakan yang terdesentralisasi dari pusat dan daerah tentang pelaksanaan IT governance, akan meningkatkan pelaksanaan IT Governance di organisaasi publik di Indonesia. Kebijakan dalam bentuk perda di tingkat kabupaten dan kotamadya akan meingkatkan secara stratejik pelaksanaan IT Governance, karena langsung menyentuh kepada pelaksanaan pengambilan keputusan dan akuntabilitas pelaksanaan IT Governance. Namun kebijakan-kebijakan tersebut harus mampu memayungi seluruh keputusan yang berkaitan dengan proses manajemen, transparansi, akuntabilitas dan kinerja birokrat yang berkaitan dengan IT Governance di sektor publik. Termasuk dalam IT principles, IT architecture, IT infrastructure, kebutuhan organisasi, IT investment dan prioritasisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar